Tari Rentak Besapih













Tari Rentak Besapih merupakan derap
langkah kehidupan yang terpisah. Tarian ini
menggambarkan perpaduan derap langkah
dari berbagai etnis menjadi suatu bentuk
kesatuan utuh dalam menjalani kehidupan.
Hidup berdampingan, bekerja sama, dan
saling tolong-menolong digambarkan dalam
gerak tari yang digarap dalam bentuk khas
Melayu Jambi. Hal ini menegaskan provinisi
Jambi adalah provinsi yang aman, makmur,
dan sejahtera.


Tarian ini diperagakan oleh delapan hingga
sepuluh orang penari. Para penari tersebut
menggunakan pakaian adat Melayu Jambi
dengan hiasan kepala dan kain tenun melayu.
Pola gerak pada tarian ini hampir sama
dengan jenis tarian lainnya, yaitu
menggunakan kombinasi pola lantai.

Tarian ini berangkat dari sejarah Jambi yang
dahulu menjadi kota perdagangan. Banyak
pedagang dari berbagai daerah datang ke kota
Jambi sehingga pada masa itu hingga hari
ini, Jambi menjadi wilayah yang memiliki
keragaman suku dan ras. Keragaman inilah
yang direpresentasikan dalam bentuk tarian
melalui tarian Rentak Besapih. Namun
sayangnya hari ini tarian Rentak Besapih
sudah jarang dipertunjukan padahal makna
kebersamaan dalam keragaman yang
terkandung dalam tarian ini sangat relevan
dengan kondisi hari ini di mana batas-batas
perbedaan semakin menebal di Indonesia.
Tarian Rentak Besapih salah satu yang
mulai jarang dipertunjukan. Tarian ini
biasanya dihelat di pesta rakyat dan
perayaan. Tentunya sangat disayangkan
bila kesenian itu hilang karena masyarakat
dan pemerintah lalai dalam melestarikan
kekayaan budaya Jambi.


Seiring perkembangan zaman, minat untuk
melestarikan seni tari atau musik tradisional
mulai berkurang. Enam puluh persen atau
sekitar 130 jenis pertunjukan tersebut sudah
jarang dipertunjukan di tengah masyarakat
Jambi pada akhir tahun 1900-an. Minimnya
intensitas pertunjukan menjadi syarat
terlupakannya kesenian tradisional ini. Dalam
satu tahun hanya ada satu atau dua
pertujukan yang dipertontonkan.
Kepunahan ini terjadi karena sedikitnya pihak
yang mengundang kelompok-kelompok seni
atau sanggar. Ajang gelar kesenian tradisional
pun kian menyempit, di mana seni
pertunjukan tradisional hanya tampil untuk di
perayaan hari nasional. Sedangkan kesenian-
kesenian tersebut semakin jarang ditampilkan
pada upacara keagamaan, daur hidup, atau
desa.


Sejauh ini, hanya jenis seni pertunjukan
tradisional bernuansa keagamaan dan budaya
melayu yang masih bertahan. Misalnya tari
japin, hadrah, orkes melayu, serta tari
Angguk, dan Aek Sakotak yang bernapaskan
Islami.


Regenarasi menjadi faktor utama dalam
kepunahan kesenian ini. Banyak seniman tari
tradisional berusia lanjut. Media internet
mungkin saja bisa menjadi penjaga agar
kesenian Jambi tetap dikenal namun nyatanya
bukan itu yang dituju sebagai pengekalan
kesenian daerah, regenerasilah yang menjadi
ujung tombak dari pengekalan ini.
Hal-hal yang bersifat artifisial hendaknya
tidak menodai pertunjukan kesenian
tradisional. Peningkatan kegiatan yang dapat
menumbuhkan apresiasi masyarakat terhadap
kesenian tradisional perlu dilakukan dan
ditingkatkan karena hampir 60 persen dari
220 jenis seni pertunjukan tradisional di
Provinsi Jambi punah dan hampir punah.
Kepunahan tersebut dikarenakan minimnya
upaya pelestarian oleh otoritas setempat.
Revitalisasi seni pun mutlak dilakukan agar
kepunahan jenis seni pertunjukan di provinsi
Jambi tidak lantas punah seluruhnya.
Sayangnya, di antara yang terancam punah
ialah tarian Rentak Besapih.

Sumber : kebudayaanindonesia.net
Koreografer : Darwan Asri
Video : Klik di sini

0 komentar:

Posting Komentar